BEGINILAH DIDIKAN SANG AYAH HINGGA SHALAHUDDIN AL-AYYUBI MENJADI PAHLAWAN BESAR



Sebagaimana anak-anak kecil pada umumnya, Shalahuddin kecil bermain. Seru. Ramai. Berlarian diiringi tawa dan canda bersama teman-temannya. Saat berlarian itu, ayahnya yang berperawakan tinggi besar mendatangi, lalu merenggut, mengangkatnya tinggi-tinggi di salah satu tangannya.
“Aku menikahi ibumu,” kata sang ayah tegas, “bukan untuk membuatmu bermain-main dengan anak-anak seusiamu. Akan tetapi,” kata ayah Shalahuddin kecil, “aku menikahi ibumu agar engkau membebaskan al-Quds.”
Dalam hitungan sekian detik kemudian, pegangan sang ayah pada tangan Shalahuddin dilepas, Shalahuddin terjatuh di atas tanah.
“Apakah engkau merasakan sakit, wahai anakku?” tanya sang ayah.
“Iya, aku merasakan sakit, Ayah.” jawab Shalahuddin. Jujur.
“Lantas, mengapa engkau tidak mengerang?” lanjut sang ayah sampaikan tanya.
“Tidaklah pantas bagi seorang pembebas al-Quds untuk mengerang, wahai Ayah.” pungkas  Shalahuddin kecil yang disambut senyum bahagia dari bibir sang ayah.
Niat. Inilah yang pertama. Apakah niat yang kita bersitkan tatkala hendak menikahi seorang wanita? Hanya lantaran cantik? Karena kepandaiannya semata? Lantaran berasal dari keturunan terhormat? Atau karena sudah terlanjur berpacaran sekian tahun lamanya?
Menikahlah karena Allah Ta’ala. Sampaikan lamaranmu sebagaimana sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Niatkan agar dari pernikahan kalian, kelak terlahir mujahid-mujahidah yang memperjuangkan mulianya kalimat Allah Ta’ala.
Niat yang benar itulah kuncinya. Allah Ta’ala akan membimbing siapa pun yang berniat karena-Nya. Dia akan memberikan balasan terbaik atas niat seorang hamba. Niatkan. Luruskan. Murnikan. Jaga. Senantiasa perbaiki hingga masa yang panjang selepas akad nikah.
Jika memang pernah salah niat, tak ada makna terlambat. Minta ampunlah kepada Allah Ta’ala. Sampaikan rasa penyesalanmu. Bergegaslah melakukan amal shalih agar Allah Ta’ala mengganti niat yang salah dengan kebaikan.
Sebagaimana kisah Shalahuddin al-Ayyubi dengan ayahnya, seperti itu pula pengaruh niat dalam sebuah kehidupan. Niat yang benar akan berdampak positif jika dilakukan dengan cara yang tepat. Sebaliknya, jika salah, maka tiada kebaikan selama tak diperbaiki atau mendapat hidayah dari Allah Ta’ala.
Apakah dulu, saat menikah, ada di antara Anda yang berniat sebagaimana niat ayah Shalahuddin al-Ayyubi hingga anaknya benar-benar berhasil membebaskan kota al-Quds dan Masjid al-Aqsha dari cengkeraman penjajah?