Salah Farah meninggal dunia di meja operasi, Minggu 17 Januari 2016. Usianya baru 40 tahun. Pria itu meninggalkan istrinya, Dunia Mohamed, yang hamil 9 bulan dan 4 anak yang masih kecil.
Ibunya, Amina Sabdow, kaget bukan main hingga tak sanggup bicara saat mendengar kabar kematian Farah, yang juga jadi penopang nafkah keluarga besarnya.
Namun, Farah mewariskan hal berharga bagi dunia yang sudah lelah oleh konflik. "Kita semua adalah saudara...," itu yang berulangkali ia ucapkan saat terbaring di rumah sakit, menderita luka parah akibat terjangan peluru Taliban.
Ibunya, Amina Sabdow, kaget bukan main hingga tak sanggup bicara saat mendengar kabar kematian Farah, yang juga jadi penopang nafkah keluarga besarnya.
Namun, Farah mewariskan hal berharga bagi dunia yang sudah lelah oleh konflik. "Kita semua adalah saudara...," itu yang berulangkali ia ucapkan saat terbaring di rumah sakit, menderita luka parah akibat terjangan peluru Taliban.
Kala itu, Salah Farah sedang berada di dalam bus yang melaju di jalanan berdebu Desa El Wak, Mandera, kota di timur laut Kenya.
Tiba-tiba, gerombolan Al Shabaab menyerbu masuk. Mereka memerintahkan para penumpang beragama Islam memisahkan diri dari mereka yang beragama Kristen.
Tiba-tiba, gerombolan Al Shabaab menyerbu masuk. Mereka memerintahkan para penumpang beragama Islam memisahkan diri dari mereka yang beragama Kristen.
Namun, Farah melawan. Ia tak mau menuruti perintah diskriminatif itu. "Bunuh kami semua atau tinggalkan kami'," kata dia pada para penyerbu.
"Mereka berkata pada kami, 'jika kau muslim, itu berarti kalian selamat," kata Farah semasa hidup kepada CNN, seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (21/1/2016).
Para penumpang lain yang beragama Islam mendukung sikap Farah. Rela mati, menjadi tameng hidup, bagi sesama.
Militan Al Shabaab akhirnya berlalu, setelah melepaskan tembakan yang menewaskan 2 orang dan melukai 3 lainnya -- termasuk Farah.
Dalam kondisi terluka parah, Farah dan korban lainnya dilarikan ke Kenyatta National Hospital, yang terletak di Nairobi.
Awalnya, ia diperkirakan bakal sembuh dan bisa pulang pada 7 Januari 2016. Namun, belakangan, kondisinya memburuk. Takdir berkata lain, ia meninggal dunia akhir pekan lalu.
Jasad Farah diterbangkan dengan helikopter polisi ke kampung halamannya di Madera. Ia dimakamkan secara Islam di pemakaman umum Langata.
Para pelayat dari berbagai latar belakang agama berdatangan, ikut menitikkan air mata dan memanjatkan doa bagi almarhum. Bagi banyak warga Kenya, juga dunia, ia adalah pahlawan bagi kemanusiaan.
Dalam wawancara dengan Voice of America sebelum wafat, Farah berucap,"Orang-orang harus hidup bersama secara damai," kata dia. "
"Mereka berkata pada kami, 'jika kau muslim, itu berarti kalian selamat," kata Farah semasa hidup kepada CNN, seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (21/1/2016).
Para penumpang lain yang beragama Islam mendukung sikap Farah. Rela mati, menjadi tameng hidup, bagi sesama.
Militan Al Shabaab akhirnya berlalu, setelah melepaskan tembakan yang menewaskan 2 orang dan melukai 3 lainnya -- termasuk Farah.
Dalam kondisi terluka parah, Farah dan korban lainnya dilarikan ke Kenyatta National Hospital, yang terletak di Nairobi.
Awalnya, ia diperkirakan bakal sembuh dan bisa pulang pada 7 Januari 2016. Namun, belakangan, kondisinya memburuk. Takdir berkata lain, ia meninggal dunia akhir pekan lalu.
Jasad Farah diterbangkan dengan helikopter polisi ke kampung halamannya di Madera. Ia dimakamkan secara Islam di pemakaman umum Langata.
Para pelayat dari berbagai latar belakang agama berdatangan, ikut menitikkan air mata dan memanjatkan doa bagi almarhum. Bagi banyak warga Kenya, juga dunia, ia adalah pahlawan bagi kemanusiaan.
Dalam wawancara dengan Voice of America sebelum wafat, Farah berucap,"Orang-orang harus hidup bersama secara damai," kata dia. "
Kita semua bersaudara, hanya agama yang berbeda. Jadi, aku meminta saudara sesama umat Islam untuk peduli pada sesamanya yang Kristiani. Begitu juga sebaliknya...Marilah kita saling membantu dan dan hidup berdampingan secara damai."