Selain Rasulullah, tak ada manusia yang bebas dari dosa dan kesalahan. Bahkan dalam tiap detik di pagi, siang, sore dan malam, manusia senantiasa dalam gelimang salah dan dosa; baik besar maupun kecil, sengaja ataupun tidak.
Jika dosa berbau, niscaya tak ada orang yang bersedia berada di dekat kita; sebab mereka akan terganggu dengan bau busuknya. Bahkan dosa-dosa yang menumpuk saban hari; bisa lebih banyak dari butiran pasir, bisa lebih melimpah dari buih di lautan, atau lebih banyak jumlahnya dari bintang gemintang di langit.
Nabi yang mulia perangainya telah menyampaikan nasihat kepada kita. Bahwa dosa ibarat noda hitam. Semakin banyak dosa yang dilakukan, maka titik hitamnya pun akan semakin melimpah; bahkan bisa menutupi hati.
Beruntungnya, sebagaimana termaktub dalam riwayat yang sama, ada mekanisme meminta ampun dari dosa. Ialah istighfar. Maka tatkala seseorang mengucapkan istighfar, titik hitam dalam hatinya akan dihapus dengan titik putih.
Semakin banyak istighfar yang didzikirkan, dilanjutkan dengan perbanyak amal shaleh, kemudian berkomitmen untuk tidak mengulanginya, maka titik putih akan semakin banyak dan bisa mengalahkan jumlah titik hitam dosa dalam hati seseorang.
Istighfar yang merupakan syariat suci untuk meminta ampun atas dosa dan kesalahan seorang hamba ini juga diperintahkan setiap kali usai melakukan sebuah ibadah. Baik setelah melakukan shalat sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari-Muslim, bahkan disebutkan dalam al-Qur’an seusai penyebutan syariat ibadah Haji. (Qs. al-Baqarah [2]: 199)
Pun, kalimat yang mulia ini, dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk diucapkan pada siang dan malam hari. Bagi siapa yang mengucapkannya (di siang maupun malam) kemudian ia meninggal, maka janji Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mardawaih, “Maka ia masuk surga.”
“Sayyidul istighfar (Penghulu istighfar) adalah ucapan, ‘Allahumma anta Rabbii. Laa ilaha illa anta. Kholaqtanii, wa ana ‘abduka. Wa ana ‘ala ‘ahdika wawa’dika mastatho’tu. A’udzubika min syarri ma shona’tu. Abu’u laka bini’matika ‘alayya. Wa abu’u bidzanbii, faghfirli. Fa innahu la yaghfirudz dzunuba illa anta. (Ya Allah, Engkaulah Rabbku. Tiada Ilah yang hak kecuali Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah Hamba-Mu, dan aku senantiasa memegang teguh janji-Mu sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah kuperbuat. Aku mengakui anugerah nikmat-Mu bagi diriku dan aku juga mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.’”
Pungkas Rasulullah sebagaimaa dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, “Barang siapa mengucapkannya pada malam hari, lalu meninggal dunia pada malam itu, maka ia masuk surga. Dan barang siapa yang membacanya pada siang hari, lalu ia meninggal dunia, maka ia masuk surga.” [Pirman]