Seorang ustadz di Pesantren Tahfidzhul Qur’an Kottabarat Surakarta mengungkapkan kesedihannya saat arak-arakan 270 salib melewati pesantren pencetak penghafal Qur’an itu.
Yang membuatnya sedih, di saat umat Islam masih disibukkan dengan renggangnya ukhuwah, gereja di Surakarta berhasil memobilisasi 1.200 massa pawai. “Seakan ingin menunjukkan kepada publik bahwa Solo adalah kota salib,” kata Ahmad Syaiful Anam seperti dilansir alamislam.com.
“Yang membuat saya sedih..,” tambahnya, “kirab salib ini melewati pesantren Kottabarat yang mencetak para penghafal al Qur’an.. Saya malu kepada Allah..”
Pesantren Tahfidzhul Qur’an Kotta Barat merupakan salah satu pesantren di bawah supervisi Ma’had Abu Bakar Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pesantren ini dilewati kirab yang diikuti oleh sekitar 1.200 umat Kristiani tersebut. Praktis, anak-anak siswa SD Muhammadiyah juga melihat kirab salib itu. Ahmad khawatir, kirab salib itu akan memberikan sebuah pengalaman yang membekas bagi anak-anak sekecil itu. Apalagi dalam kirab tersebut didemonstrasikan peragaan penyiksaan Yesus Kristus.
Yang membuatnya bertambah sedih, kirab tersebut bersamaan dengan pelaksanaan shalat Ashar. Dan banyak masyarakat yang lebih tertarik melihat kirab tersebut dari pada melaksanakan shalat Ashar di awal waktu.
Lebih jauh Ahmad menilai, kirab dalam rangka paskah, Rabu (29/4/2015) itu memberi makna betapa kuatnya kristenisasi di Solo dan betapa mereka telah siap menyambut Pilkada Surakarta 2015. Ia pun berharap umat Islam segera sadar dan bersatu agar Surakarta tidak lagi dipimpin oleh non Muslim.
“Jika di Pilkada 2015 ini Surakarta kembali dipimpin non muslim, bersiaplah untuk menikmati kebijakan-kebijakan yang merugikan umat Islam..,” pungkasnya.