Jangan Kaget! Inilah Profesi 4 Teroris Sarinah



Empat orang pelaku tewas dalam peristiwa teror di kawasan Sarinah Jl MH Thamrin Jakarta Pusat Kamis (14/1) lalu. Mereka meregang nyawa lantaran meledakkan diri dan baku tembak dengan petugas keamanan. Selain mereka, ada juga tiga warga sipil yang ikut menjadi korban.
Ikhwanul Kiram Mashuri yang merupakan redaktur khusus harian umum Republika, secara khusus menyoroti latar belakang profesi keempat pelaku teror ini, “Bukan berarti saya sedang merendahkan profesi atau pekerjaan mereka. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa strata mereka secara sosial-ekonomi masih tergolong kelas menengah bawah atau bahkan rendah-baik ekonomi, intelektual atau pemahaman agama sekalipun.”

Muhammad Ali

Laki-laki ini meninggal dalam penyergapan polisi Kamis siang itu. Sang istri menyatakan, suaminya telah berprofesi sebagai sopir angkot sejak satu tahun terakhir. Ali mengendarai angkot KWK 14 jurusan Citraland, Jakarta Barat. Ia dan keluarganya menetap di Kampung Sanggrahan, Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat.

Dian Juni Kurniadi

Selama dua tahun hingga September 2015, Dian tercatat sebagai mekanik di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang peternakan ayam. Laki-laki yang tinggal di dekat kediaman Muhammad Ali ini, berdasarkan keterangan manajer unit perusahaan tersebut, memutuskan untuk keluar dari perusahaan karena ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun, tidak ada yang tahu pekerjaan Dian dari September 2015 hingga ia melakukan perbuatannya di medio Januari 2016.

Ahmad Muhazan bin Saroni

Pemuda 25 tahun ini berasal dari Sukabumi. Lima tahun silam, laki-laki ini merintis usaha vulkanisir ban di kawasan Jakarta. Setelah menikah pada tahun 2012, ia memutuskan untuk mengubah haluan usahanya. Berjualan kebab turki pun dipilih oleh laki-laki ini. Dia berjualan di Cikampek, Jawa Barat.

Afif atau Sunakim

Bisa dibilang, laki-laki ini paling dikenal wajahnya. Sosoknya berhasil dipotret oleh fotografer dan menjadi viral di media sosial. Laki-laki yang mengenakan pakaian bermerek ini tinggal di Subang, dan berprofesi sebagai residivis.
Rupanya, Afif juga pernah ditangkap oleh polisi saat melakukan latihan militer di Aceh. Dia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun.
Lagi-lagi, dengan tanpa merendahkan pekerjaan keempat orang ini, kita patut bertanya dalam-dalam. Mungkinkah seorang sopir angkot, pedagang kelas rendah, residivis dan mantan karyawan swasta itu benar-benar ingin mendirikan negara Islam? Jika pun ‘Ya’, apakah pemahaman mereka tentang negara Islam benar adanya?
Semoga Allah Ta’ala jauhkan kaum Muslimin dari fitnah bernama teroris ini. Sebab Islam sangat membenci tindakan teror.
Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]
Sumber: Resonansi Republika Senin, 18 Januari 2016