Mengapa Ucapan ‘Alhamdulillah’ Lebih Besar dari Dunia Seisinya?



Dalam sebuah sindiran kisah disebutkan bahwa para malaikat mengalami kesibukan yang luar biasa ketika mencatat seluruh permintaan yang berasal dari para manusia. Masing-masing orang berlomba untuk meminta, bahkan satu orang bisa mengajukan permintaan lebih dari ratusan bahkan ribuan kali untuk kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang berbeda.
Si Fulan, misalnya, memanjatkan permintaan agar diampuni dosa diri, keluarga, serta kaum Muslimin. Dia juga bermohon agar Allah Ta’ala mengaruniakan rezeki berupa seluas tanah, sejumlah rumah, beberapa kendaraan pribadi dan keluarga, serta angka-angka terkait saldo tabungan, aset, dan kepemilikan duniawi lainnya.
Tak lupa, ia juga menyampaikan pinta agar senantiasa diberi kesehatan, memohon agar menjadi jalan rezeki bagi anggota keluarga dan sebanyak mungkin umat manusia. Itu belum termasuk permintaan-permintaan yang jumlahnya tak terhitung. Amat banyak.
Belum lagi dengan permintaan Fulan Fulan lain yang jumlahnya milyaran.
Atas doa-doa tersebut, malaikat mendata untuk kemudian mencocokkan dengan Kitab Allah Ta’ala terkait pengabulannya. Ada yang langsung dikabulkan, ada yang ditunda, ada juga yang diganti dengan yang lebih baik kelak di kemudian hari.
Di etape kedua ini, etape pengabulan doa, para malaikat tak sesibuk dengan tugas-tugas yang dilakukan oleh para malaikat di etape pertama.
Di etape ketiga, ada para malaikat yang menulis tentang timbal balik dari hamba-hamba yang dikabulkan doanya. Di etape ini, malaikat terlihat santai. Lengang. Tiada kesibukan yang berarti.
Pasalnya, dari sekian banyak orang yang meminta itu, hanya beberapa yang dikabulkan. Dari sekian banyak yang dikabulkan doanya, hanya segelintir manusia yang amat bersyukur. Alhasil, malaikat di etape ketiga relatif santai lantaran secuilnya hamba-hamba yang mengucapkan alhamdulillah atas nikmat-nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka.
Padahal, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah, kalimat alhamdulillahyang diucapkan oleh seorang hamba jika diberikan rezeki sebanyak isi dunia, maka kalimatalhamdulillah tersebut lebih besar nilainya. Mengapa?
“Sebab,” tulis ulama masyhur penulis ‘Uddatush Shabirin ini, “semua kenikmatan dunia akan berakhir, sementara pahala atas ucapan alhamdulillah akan senantiasa kekal hingga Hari Akhir.”
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah melimpahkan nikmat, meski kebanyakan manusia ingkar kepada ajaran-Nya dan sunnah Nabi-Nya.