Debur ombak di laut, gemericik air di sungai, dan rintik hujan menghasilkan suara khas yang membawa ketenangan. Terkadang bisa membuat yang menderngarnya mengantuk.
Namun, pernahkan kamu berpikir bagaimana bisa suara-suara aliran air tersebut memiliki efek kuat yang bisa menidurkan seseorang?
Jawaban dari pertanyaan ini terletak pada bagaimana otak kita menafsirkan suara yang didengar. Baik itu saat terjaga maupun saat terlelap tidur, baik suara itu bernada mengancam atau tidak.
Suara tertentu, seperti jeritan dan suara alarm yang keras cenderung sulit untuk diabaikan. Sedangkan suara lainnya seperti angin yang meniup pepohonan dan debur ombak di laut bisa kita terima.
"Suara lambat dan lembut tersebut adalah suara-suara yang tidak mengancam, Itulah mengapa bisa menenangkan orang," kata Orfeu Buxton, profesor kesehatan biobehavioral di Pennsylvania State University.
Menurut Buxton, suara lembut itu seolah berbisik ke telinga agar kita merasa tenang dan nyaman.
Sementara suara keras pada umumnya membuat kita sulit untuk tidur. Bahkan dalam berbagai situasi karakter suaranya dapat memicu sistem kewaspadaan ancaman di otak menjadi aktif dan kita tersentak dari tidur.
"Otak bisa merespons jenis-jenis suara secara berbeda. Jenis-jenis suara ini yang menentukan apakah kita terbangun atau tidak. Jadi buka semata-mata soal volume suara," katanya.
Contohnya, suara debur ombak terdengar mendayu-dayu dengan interval yang hampir sama. Bandingkan dengan suara telepon berdering yang tiba-tiba datang memecah kesunyian.
Perbedaan suara mengancam dan tidak mengancam ini dikembangkan pada tahun 2012 oleh Buxton. Dia membandingkan 'gangguan' yang dialami responden yang ada di rumah sakit ketika diperdengarkan suara alarm, kelikopter dan kemacetan.
Responden yang terlibat dalam penelitian ini lebih merasa 'terancam' dengan alarm meskipun volumenya hanya 40 desibel. Dan mereka tidak bangun ketika mendengar suara helikopter dan kemacetan yang mencapai 70 desibel.
"Jenis suara mendefinisikan volume suara dan apakah Anda akan bangun atau tidak. Karena informasi suara yang diproses oleh otak kita berbeda," kata Buxton.
(Sumber: livescience.com)